wow

Labels

Ujung Pandaran

Pantai Ujung Pandaran merupakan salah satu objek wisata andalan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur. Pantai yang terkenal dengan hamparan pasir putih dan kekayaan biota lautnya ini membentang puluhan kilometer dari Kabupaten Kotawaringin Timur hingga perbatasan Kabupaten Seruyan.

Batu Suli dan Puruk Batu suli

Puruk Batu Suli adalah nama salah satu tempat objek pariwisata yang tidak asing bagi masyarakat di kabupaten Gunung Mas. Terletak tepat di Desa Tumbang Manange atau sering disebut Upon Batu, Kecamatan Tewah, Kabupaten Gunung Mas. Uniknya tempat ini berada di pinggir Sungai Kahayan dan memiliki panorama yang sangat indah.

Rumah Adat Betang

Pada masa lalu, kehidupan suku-suku Dayak yang berdiam di pedalaman Kalimantan itu hidup secara berkelompok-kelompok. Di mana kehidupan yang mereka jalani pasti dilalui bersama, hal itu terwujud dalam sebuah karya yaitu, Huma Betang (Rumah Betang).

Sunday, December 9, 2012

Mandi Safar


          Selain upacara Simah Laut di Ujung Pandaran, tradisi yang masih dijadikan agenda tahunan di Kabupaten Kotim adalah Mandi Safar dengan cara menceburkan diri ke Sungai Mentaya. Ini dilakukan agar adanya saling menghargai antarmasyarakat dan pejabat pemerintahan, serta mengakrabkan dan menguatkan rasa persatuan pimpinan dan masyarakatnya. Dengan demikian kelestarian Sungai Mentaya yang menjadi kebanggaan masyarakat sampit akan terjaga kebersihannya.

          Kegiatan Mandi Safar ini bertujuan mengangkat budaya lokal. Dengan begitu, seluruh masyarakat Indonesia lebih mengetahui budaya yang ada di Kotim. Kegiatan budaya Mandi Safar merupakan tradisi masyarakat yang mendiami tepian Sungai Mentaya, dipromosikan sebagai atraksi wisata Provinsi Kalteng. Mandi Safar dilaksanakan pada hari Arba Musta'mir atau Hari Rabu terakhir dalam Bulan Safar (bulan kedua dalam kalender Hijriah). Berdasarkan keterangan, upacara Mandi Safar dilakukan untuk mengenang dan memperingati peristiwa mati syahidnya Husin bin Ali bin Abi Tholib yang memimpin tentaranya berangkat dari Mekkah ke Kota Kuffah.

          Masyarakat yang akan mengikuti prosesi Mandi Safar, sebelum menceburkan diri ke dalam sungai Mentaya, telah membekali diri dengan daun Sawang yang diikat di kepala atau di pinggang.


          Daun Sawang tersebut sebelumnya dirajah oleh sesepuh atau alim ulama setempat. Menurut kepercayaan, pemakaian Daun Sawang itu agar orang yang mandi terjaga keselamatannya dari segala gangguan baik dari gangguan binatang maupun makhluk halus.

          Setelah selesai mandi, masyarakat berkumpul di tempat acara yaitu di Pelabuhan Sampit untuk bersama-sama membaca doa mohon keselamatan yang dipimpin oleh kiai setempat.

          Selanjutnya masyarakat beramai-ramai memperebutkan aneka makanan yang dibentuk seperti gunungan terdiri dari 41 jenis kue tradisional seperti kue cucur, apem putih, apem merah, wajik, ketupat burung, dan lain-lain.

          Kegiatan Mandi Safar merupakan satu di antara atraksi budaya bernuansa agama yang akan terus dipromosikan guna menambah perbendaharaan objek wisata Kalteng.

          Dengan lebih banyaknya atraksi budaya menjadi objek wisata, diharapkan Kalteng lebih dikenal luas sehingga kian banyak wisatawan mengunjungi wilayah itu.


Simah Laut


          Upacara adat simah laut di Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, diyakini sebagai wujud kepercayaan masyarakat setempat. Kegiatan yang dilakukan warga yang umumnya berdomisili di tepian pantai Ujung Pandaran itu dilaksanakan setiap November dan Desember, saat memasuki memasuki musim angin barat.
          Upacara adat simah laut merupakan wujud kepercayaan dan ketaatan yang diyakini memiliki kekuatan dan pengaruh langsung terhadap situasi dan kondisi sosial masyarakat setempat. Ritual adat tersebut, menurut dia, bersifat positif jika dilaksanakan dengan hati yang ikhlas dan lapang.
          "Masyarakat Ujung Pandaran yakin, apabila melaksanakan ritual simah laut, mereka akan mendapat imbalan. Seperti, hasil kekayaan ikan akan melimpah dan sawah ladang petani mendapat hasil yang cukup."
          Sebagaimana diketahui, simah laut merupakan salah satu tradisi masyarakat Kotim yang menetap di tepi laut, terutama yang berdomisili di Desa Ujung Pandaran, Teluk Sampit. Seiring dengan berjalannya waktu, prosesi simah laut menjadi objek wisata tahunan. Selain sebagai wujud kepercayaan serta wahana hiburan, prosesi tersebut bertujuan mempromosikan budaya Kotim ke luar daerah.

         Upacara adat simah laut merupakan upaya pendekatan terhadap laut gaib. Dengan begitu, segenap unsur yang menghuni laut diharapkan dapat diajak berkompromi dan bersikap ramah kepada mereka. Harapannya, musibah tidak akan datang serta tangkapan ikan dan hasil tani masyarakat sekitar melimpah ruah.
          Selepas doa bersama, pawang berserta rombongan mengangkat perahu yang berisi sajen mendekati pantai. Dari arah laut, perahu-perahu nelayan merapat menjemput sajen tersebut.
          Dikawal perahu-perahu nelayan, perahu berisi sajen itu diangkat ke sebuah kapal kayu. Kemudian, kapal tersebut dilayarkan menjauhi pantai, sekitar satu kilometer dari bibir pantai.


Patung Sapundu Patung Ritual Adat Dayak


          Patung sapundu adalah sebuah patung yang dibuat dari kayu ulin, dimana patung yang diukir pada batang kayu ulin itu sendiri digunakan untuk mengikat hewan kurban pada saat upacara Tiwah.
          Patung Sapundu diukir secara bebas tanpa ada peraturan yang mengikat oleh orang yang membuatnya. Mungkin oleh karena inilah Sapundu lebih terlihat menarik dan unik.
        Perlunya ada ukiran pada Sapundu sendiri adalah tidak lain dan tidak bukan karena Sapundu ini nantinya akan digunakan untuk tiang dimana tiang ini nantinya adalah tempat untuk mengikat hewan kurban agar lebih menarik. Adapun hewan yang diikat pada Sapundu biasanya hewan sapi atau kerbau, Lalu kenapa kok pake kayu Ulin?? secara umum orang Dayak lebih mengenal Kayu ulin (dalam bahasa dayak adalah Tabalien) karena kayu jenis Ulin ini terkenal Kuat, Karena biasanya hewan yang dikurbankan yang diikat Pada Sapundu memiliki tenaga yang kuat sekali, Makanya kayu untuk Sapundu harus benar - benar kuat juga, namun patung sapundu akhir akhir banyak di curi oleh tangan tangan jahil untuk diperjualbelikan, karena keeksotikaannya dan dipercaya juga mempunyai tuah yang besar.
          Sapundu sendiri terdiri secara umum terdiri dari dua macam. Bentuknya, menyesuaikan dengan jenis kelamin dari hewan kurban seperti sapi atau kerbau yang akan diikat pada sapundu. Apabila hewan kurban itu berjenis kelamin betina, maka sapundunya akan berbentuk laki-laki dan sebaliknya, apabila hewan kurbannya laki-laki maka sapundunya akan berbentuk wanita.

Tuesday, December 4, 2012

Rumah Adat Betang

          Pada masa lalu, kehidupan suku-suku Dayak yang berdiam di pedalaman Kalimantan itu hidup secara berkelompok-kelompok. Di mana kehidupan yang mereka jalani pasti dilalui bersama, hal itu terwujud dalam sebuah karya yaitu, Huma Betang (Rumah Betang).

          Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari bentuknya yang memanjang serta terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam Betang. Tangga sebagai alat penghubung pada Betang dinamakan hejot. Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda Betang. Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan.

          Betang dibangun biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter. Betang di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun serta anti rayap.

          Betang biasanya dihuni oleh 100-150 jiwa di dalamnya, sudah dapat dipastikan suasana yang ada di dalamnya. Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Di dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang dihuni oleh setiap keluarga.

          Pada halaman depan Betang biasanya terdapat balai sebagai tempat menerima tamu maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan Betang selain terdapat balai juga dapat dijumpai sapundu. Sapundu merupakan sebuah patung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikorbankan untuk prosesi upacara adat. Terkadang terdapat juga patahu di halaman Betang yang berfungsi sebagai rumah pemujaan.

          Pada bagian belakang dari Betang dapat ditemukan sebuah balai yang berukuran kecil yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu. Pada Betang juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian depan atau bagian belakang Betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung adalah sebuah tempat penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah melewati proses upacara tiwah.

          Salah satu kebiasaan suku Dayak adalah memelihara hewan, seperti anjing, burung, kucing, babi, atau sapi. Selain karena ingin merawat anjing, suku Dayak juga sangat membutuhkan peran anjing sebagai ‘teman’ yang setia pada saat berburu di hutan belanntara. Pada zaman yang telah lalu suku Dayak tidak pernah mau memakan daging anjing, karena suku Dayak sudah menganggap anjing sebagai pendamping setia yang selalu menemani khususnya ketika berada di hutan. Karena sudah menganggap anjing sebagai bagian dari suku Dayak, anjing juga diberi nama layaknya manusia.

          Sangat patut disayangkan seiring dengan modernisasi bangunan-bangunan masa sekarang, Betang kini hampir di ujung kepunahan, padahal Betang merupakan salah satu bentuk semangat serta perwujudan dari sebuah kebersamaan suku Dayak. Mungkin nanti Betang akan benar-benar punah tetapi merupakan tanggung jawab kita kepada leluhur untuk tetap mempertahankan semangat Huma Betang. Patut kita sadari di dalam diri ini pasti terdapat rasa untuk tetap memperjuangkan kebudayaan dari leluhur.

Gua di Kalimantan Tengah


          Eksplorasi survey pada saat ini masih belum banyak di lakukan oleh para ahli di pulau Kalimantan (Borneo) selain di daerah Serawak (Malaysia). Terutama di daerah Mulu yang sangat terkenal dengan gua-guanya yang megah dan raksasa.

Apa benar ada gua di Kalimantan Tengah?

          Pertama kali di lakukan penelitia tentang gua yang ada di Kalimantan dilakukan oleh PALAWA UAJY di Taman Nasional Betung Karihun dan Roberts (1990), seorang petualang gua asal Perancis yang melakukan penelitian tentang gua di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan. Penelitiannya yang di lakukannya terhadap fauna baik itu menyangkut kehidupan maupun keanekaragamannya. Gua yang terdapat di Kalimantan Tengah terletak di daerah Tumbang Topus, Hulu Sungai Barito. Ternyata gua yang ada di daerah Tumbang Topus tidak hanya ada satu tetapi lumayan banyak. Dari hasil eksplorasi survey Badan Pusat Penelitian – Biologi (LIPI) di peroleh ada sekitar empat belas buah gua dengan rincian sembilan gua dipetakan dan sisanya lima gua tidak dipetakan. Terdapat juga lokasi gua yang berbeda yaitu sebelas buah gua ada di daerah Panat, dua gua Samali dan satu gua di kota Puruk Cahu (kabupaten Murung Raya). Panjang lorong dari gua yang dipetakan 2952 meter, gua yang paling panjang adalah gua Liang Hajud.

          Lingkungan gua memiliki ekosistem yang sangat unik untuk diamati, karena gua tidak pernah mendapat cahaya sepanjang hidupnya (gelap), hal itulah yang membedakannya dengan ekosistem lain sepeti ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem sawah, ekosistem pantai, ekosistem sungai, maupun ekosistem danau. Maka, gua banyak menyimpan keanekaragaman maupun tingkah laku dari komponen biotiknya (flora maupun fauna). Lingkungan gua di bedakan menjadi 3 bagian, yaitu zona terang, zona peralihan, dan zona gelap.

          Fauna (hewan) yang hidup di dalam gua pun harus dapat beradaptasi dengan lingkngan gua agar fauna tersebut dapat melestarikan jenis (spesiesnya). Tingkat adaptasi fauna yang hidup di dalam ekosistem gua di bagi menjadi tiga golongan, yaitu troglosen, troglofil, dan troglobit. Troglobit untuk daerah  terestrial dan untuk daerah akuatik disebut dengan stigosen. Istilah-istilah ini selanjutnya akan digunakan sebagai “sebutan” dari yang bersangkutan terhadap ekosistem gua. Kelompok troglosen adalah kelompok hewan yang hidup daerah terang, troglofil adalah kelompok hewan yang hidup di daerah peralihan, dan troglobit adalah hewan yang hidup di daerah gelap.

          Tumbang Topus merupakan cakupan kecamatan Sumber Barito serta merupakan desa yang paling ujung dari hulu sungai Barito.


Batu Suli dan Puruk Batu suli


          Seperti kita ketahui bahwa di Kalimantan Tengah banyak sekali terdapat tempat pariwisata bisa juga dibilang surganya pariwisata, kita ambil saja contoh misalnya Nasional Tanjung Puting, Taman Nasional Sebangau, dan masih banyak yang lainnya. Pada kesempatan berikut ini saya akan memperkenalkan sedikit tentang salah satu tempat objek pariwisata yang terdapat di Kalimantan Tengah.

          Batu Suli dan Puruk Batu Suli, ada yang pernah dengar nama itu? Mungkin ada yang bertanya dimana tempat itu. Pastinya itu bukan nama jalan atau atau hotel berbintang yang ada di Palangka Raya.

          Puruk Batu Suli adalah nama salah satu tempat objek pariwisata yang tidak asing bagi masyarakat di kabupaten Gunung Mas. Terletak tepat di Desa Tumbang Manange atau sering disebut Upon Batu, Kecamatan Tewah, Kabupaten Gunung Mas. Uniknya tempat ini berada di pinggir Sungai Kahayan dan memiliki panorama yang sangat indah.

          Untuk mencapai tempat ini, bagi Anda yang berada di Palangka Raya perjalanan pertama yaitu menuju Kuala Kurun yang bisa langsung menggunakan kendaraan pribadi baik motor atau mobil juga bisa menggunakan jasa travel yang selalu ada setiap hari. Selanjutnya setiba Anda di Kuala Kurun bisa langsung menginap di tempat kelurga, teman, atau di hotel maupun di tempat lain sesuai selera masing-masing.

          Selanjutnya perjalanan dari Kuala Kurun menuju ke Batu Suli memerlukan waktu kurang-lebih 1 jam menggunakan kendaraan bermotor. Atau bisa juga menggunakan kelotok (perahu bermotor) sambil menikmati pemandangan DAS Kahayan. Sesampainya di Desa Tumbang Manange Anda bisa langsung menyewa pemandu dari warga sekitar (kalau punya kenalan bisa langsung berangkat). Sebaiknya dianjurkan istirahat dulu untuk mengisi tenaga karena untuk mencapai Puruk Batu Suli kita harus mendaki lagi. Dari sinilah perjalan wisata Anda dimulai, sepanjang perjalanan Anda akan menikmati suasana alam sekitar yang asri dan alami dan menjumpai flora dan fauna yang beranekaragam. Serta Anda juga akan menjumpai beberapa tempat tempat bersejarah.

          Untuk Batu Suli sendiri ini sangat unik karena terletak tepat di pinggir sungai Kahayan selain itu posisi batu ini agak menjorok ke sungai Kahayan jadi kalau dilihat dari jauh batu ini seperti hampir jatuh ke sungai Kahayan. Sedangkan untuk Puruk Batu Suli terletak di belakang Batu Suli itu sendiri. Untuk mencapai ke atas Puruk Batu Suli ini dapat ditempuh dengan cara mendaki ke atas.

          Untuk perjalanan naik (mendaki) ke atas Puruk Batu Suli gampang-gampang susah, bagi yang biasa mendaki perjalanan dapat ditempuh kurang-lebih 15 menit. Bagi yang tidak biasa ya… bisa memakan waktu kurang-lebih 30 menit dikarenakan kondisi medan yang agak sulit. Tetapi Anda juga tidak perlu khawatir karena di atas Puruk sudah ada disediakan tempat istirahat.

          Salah satu daya tarik dari Puruk Batu Suli adalah Batu Antang, batu yang berbentuk seperti antang (elang) yang sedang mengepakkan sayapnya. Bila diliat Batu Antang ini tersusun dua dan di antara kedua batu ini terdapat sebuah celah kecil. Di sini sekali keberanian Anda akan ditantang, bagi yang berani boleh coba, kalau ragu-ragu lebih baik melihat saja. Anda akan ditantang untuk melewati celah kecil di antara kedua batu tadi dengan cara merayap.

          Anehnya biarpun celah batunya kecil, tapi kalau dilewati orang bisa saja lewat. Menurut mitos yang pernah saya dengar bagi yang ragu-ragu lebih tidak usah mencoba untuk melewati kedua celah batu tadi karena bisa saja Anda akan tersangkut pada celah batu tersebut. Karena pernah kejadian ada orang yang nyangkut pada kedua celah batu.

          Yang tidak kalah asyiknya di Puruk Batu Suli ini selain Batu Antang juga ada terdapat Batu Tingkes, Talaga Bawin Kameloh, serta kuburan Amai Rawang (Bahasa Dayak Kadorih, amai berarti Bapak/Ayah). Dari atas sini Anda akan melihat pemandangan yang belum pernah Anda lihat sebelumnya.

Ujung Pandaran


          Kabupaten Kotawaringin Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sampit. Kabupaten ini terletak antara 1110 0 50 – 1130 0 46 Bujur Timur dan 00 23 14 – 30 32 54 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Katingan dan Seruyan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Katingan, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Seruyan sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa. Luas wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat 16.496 Km, terdiri dari tiga belas Kecamatan, 132 Desa dan 12 Kelurahan.


          Disektor perkebunan, komoditas kelapa banyak diproduksi di Kecamatan Metaya Hilir Selatan dan Pulau Hanaut. Sementara kelapa sawit memiliki areal tanam luas terutama di Kecamatan Mentaya Hulu, Parenggean, dan Cempaga. Sedangkan karet yang juga banyak diolah untuk dijadikan souvenir khas kalimantan ini banyak ditanam di Kecamatan Cempaga, Kota Besi, Mentaya Hulu, dan Parenggean.

          Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki potensi alam yang cukup besar seperti kawasan hutan yang menawarkan isinya untuk ditebang dan diolah. Total lahan hutan produksi di wilayah ini sekitar 1,2 juta hektar. Komoditas hasil hutan yang di eksport antara lain plywood, kayu bulat, kayu gergajian, dan moulding/dowel.
Kabupaten ini juga memiliki fasilitas pelabuhan Sampit yang merupakan pelabuhan bongkar muat barang dan penumpang. Pelabuhan utama di Kotim yang dikelola oleh PT (persero) Pelindo III ini dilengkapi antara lain dengan lapangan penumpukan peti kemas seluas 3.000 meter persegi, gudang penumpukan 1.116 meter persegi, terminal penumpang 750 meter persegi dan satu trailer.

          Di sektor pariwisata Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki Wisata Budaya dan keindahan alam unggulan yang dapat ditampilkan oleh Pemerintah Daerah untuk dikunjungi para wisatawan asing maupun domestik. Wisata Arung Jeram, Banyaknya riam yang yang terdapat di Kecamatan Antang Kalang dapat dijadikan sebagai ajang wisata arung jeram. Budaya Rumah Betang, Situs budaya kebersamaan dalam suatu hunian rumah betang, rumah adat ini terletak di Kecamatan Antang Kalang di desa Tumbang Gagu. Dan yang tidak kalah menarik adalah Pantai Ujung Pandaran, Pantai Ujung Pandaran terletak di Kecamatan Teluk Sampit. Pantai yang masih asri ini langsung menghadap ke Laut Jawa, deburan kecil yang gemerisik menjadi pantai ini lebih sempurna, tenang dan damai ketika menyaksikan hadirnya sang surya di kejauhan memancarkan hangatnya cahaya. Lokasi ini terletak 85 km sebelah selatan dari Pusat Kota Sampit, tidak jauh dari jalan lintas Sampit – Kuala Pembuang (Kabupaten Seruyan).

          Pantai Ujung Pandaran merupakan salah satu objek wisata andalan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur. Pantai yang terkenal dengan hamparan pasir putih dan kekayaan biota lautnya ini membentang puluhan kilometer dari Kabupaten Kotawaringin Timur hingga perbatasan Kabupaten Seruyan. Pantai Ujung Pandaran termasuk jenis pantai yang landai, seperti pantai-pantai yang menghadap Laut Jawa pada umumnya.

          Pantai Ujung Pandaran merupakan representasi dari keindahan pemandangan alam yang sungguh memesona. Di pantai ini, pengunjung dapat menjumpai hamparan pasir putih yang begitu luas, barisan pohon nyiur yang jika dilihat dari kejauhan seolah-olah memagari pantai ini, deburan ombak yang cukup besar, dan kekayaan biota laut khas pantai ini. Khusus untuk biota laut, di Pantai Ujung Pandaran banyak terdapat ubur-ubur, ikan pari, berbagai jenis ikan kecil yang hidup di terumbu karang, dan lain-lain.
Selain menikmati keindahan pemandangan alamnya, di Pantai Ujung Pandaran ini pengunjung juga dapat menyaksikan ritual adat Simah Laut yang dipraktekkan oleh masyarakat nelayan setempat secara turun temurun. Simah Laut adalah ritual tolak bala yang dilakukan oleh para nelayan Ujung Pandaran sebelum memulai pelayaran ke laut untuk mencari ikan. Ritual tahunan ini dilakukan setiap tanggal 10 bulan Syawal, atau sepuluh hari setelah Hari Raya Idulfitri. Sebelum acara ini dilaksanakan, biasanya masyarakat setempat bergotong-royong membersihkan pantai terlebih dahulu. Setelah pantai dirasa cukup bersih, ritual Simah Laut baru diselenggarakan dengan cara melarungkan berbagai macam sesaji ke tengah laut. Oleh masyarakat setempat, ritual ini dipercaya dapat mendatangkan keselamatan dan memberikan limpahan rezeki selama melaut.

Upacara Simah Laut

          Pembukaan upacara Simah Laut biasanya oleh Gubernur dan acara ini diikuti oleh para nelayan di pesisir Ujung Pandaran, di Pantai Ujung Pandaran sangat ramai karena yang mengikuti upacara Simah Laut pesertanya ribuan terdiri dari 14 kabupaten/kota di Kalimantan Tengah (Kalteng).

          Selepas penutupan acara perkemahan tersebut, Gubernur Kalteng dan para bupati diarak oleh rombongan putra-putri berpakaian khas Kotawaringin Timur menuju rumah panggung di tepi pantai tersebut.

          Di gapura yang berhias janur, rombongan disambut oleh tetua adat masyarakat Ujung Pandaran yang juga pawang simah laut,. Dipotonglah janur yang melintang di muka pintu gerbang tadi dan rombongan bergerak mendekati rumah panggung.
Mereka pun lalu menaiki lantai panggung dan berdiri mengelilingi miniatur rumah betang (rumah khas Dayak) dan perahu sepanjang 1,5 meter dengan lebar 0,5 meter.
Di dalam perahu tersebut diletakkan aneka wadai (sebutan masyarakat setempat untuk kue tradisional seperti cucur, apam), wajik, bubur merah, bubur putih, dan juga telur. Kepala kerbau juga merupakan salah satu kelengkapan sesajian kaum nelayan yang akan dihanyutkan ke laut menggunakan perahu kecil itu.

Gotong royong

          Nelayan Ujung Pandaran, menuturkan, aneka kue dan bubur disiapkan secara gotong royong oleh nelayan setempat. ”Simah laut ini upacara adat kaum nelayan yang kami gelar setiap tahun sekali. Diadakan saat memasuki musim angin barat seperti saat ini,” katanya.
Pawang simah laut, Muhran, menuturkan, inti doa dalam simah laut ini untuk meminta keselamatan bagi para nelayan Ujung Pandaran. ”Dan semoga tangkapan mereka juga banyak,” katanya sebelum memimpin doa bersama itu.

         Di atas panggung itu Muhran pun mendaraskan doa dengan pelan. Sementara itu, pejabat lainnya yang turut berdiri di lantai panggung juga ikut berdoa sesuai keyakinan masing-masing. Tak sampai lima menit waktu yang diperlukan untuk mendoakan sesaji ini.
Selepas didoakan pawang, enam pemuda Ujung Pandaran pun mengangkat perahu yang berisi sesaji mendekati pantai. Dari arah laut, perahu-perahu nelayan merapat menjemput sesajian tersebut.

          Dengan dikawal perahu-perahu nelayan, perahu berisi sesajian itu diangkat ke salah satu kapal kayu dan dibawa berlayar menjauhi pantai. Kapal sesajian itu kemudian dilayarkan ke tengah laut pada jarak sekitar satu kilometer dari bibir pantai.
Pemerhati budaya Dayak, Kardinal Tarung, menjelaskan, simah laut adalah akulturasi atau pembauran budaya Dayak dengan budaya pesisir Melayu yang dilakukan di Ujung Pandaran sejak dahulu kala. Belum ada catatan yang menjelaskan sejak kapan tradisi simah laut ini mulai ada.

          ”Memberi sesaji atau sedekah laut adalah tradisi yang dikenal banyak budaya, seperti halnya larungan pada tradisi budaya Jawa,” kata Kardinal yang juga Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Daerah Provinsi Kalteng ini.

          Kembali ke soal akulturasi, unsur-unsur budaya Dayak antara lain terlihat dari penggunaan miniatur rumah betang untuk meletakkan sesajian. ”Penggunaan sesajian berupa kepala kerbau juga lazim dilakukan dalam tradisi Dayak meski di budaya lain juga ada.

          Simah laut menggambarkan pemahaman masyarakat Dayak di pesisir untuk menghormati alam dan kemurahan sang Pencipta yang menganugerahkan kelimpahan ikan.
Adapun kaum perempuan bergotong royong memasak aneka penganan untuk sesaji dan juga daging dari hewan kurban. Pemilihan hewan kurban disesuaikan dengan kemampuan warga, bisa mengurbankan kambing atau sapi. Bagian kepala hewan kurban ini kemudian dihanyutkan ke tengah laut, sementara daging dimasak untuk kemudian disantap bersama oleh penduduk dan pengunjung yang hadir.

          Nelayan menjelaskan tiga hari berikutnya terhitung sejak pelaksanaan upaca Simah laut, nelayan Ujung Pandaran pantang untuk melaut. Baru pada hari keempat para nelayan itu kembali melaut mencari ikan, seperti kembung, peda, dan tongkol yang banyak menghuni perairan Laut Jawa lepas pesisir Kalteng

Dukungan Pemerintah

          Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) memberi dukungan penyelenggaraan upacara Simah Laut ini sehingga pelaksanaannya bisa meriah, ”Ini sekaligus untuk mengenalkan potensi wisata budaya di pesisir Kalteng, terutama pantai Ujung Pandaran, agar lebih dikenal,” .

          Apalagi, karena memiliki nama: Kalimantan Tengah, provinsi ini seolah-olah dianggap tidak memiliki pantai karena berada di tengah hutan, padahal, Kalteng memiliki pantai sepanjang 750 kilometer yang terhampar mulai dari Kabupaten Sukamara, Kotawaringin Barat, Seruyan, Kotawaringin Timur, Katingan, Pulang Pisau, hingga Kapuas.